Senin, 30 April 2012


PERNIKAHAN ADAT JAMBI


                 



 Arti Lambang Jambi
v  Mempunyai bidang dasar segi lima yang melambangkan semangat jiwa dan semangat Pancasila.
v  Di dalam logo terdapat gambar masjid, keris, gong, dan kalimat “Sepucuk Jambi Sembilah Lurah”. Gambar 6 lobang jendela masjid dan satu keris serta fondasi masjid berupa batu bersusun 5 dan 7 melambangkan berdirinya daerah Jambi ketika otonomi diberlakukan pada 6 Januari 1957.
v  Masjid melambangkan keyakinan dan ketaatan beragama rakyat Jambi.
v  Keris Melambangkan kepahlawanan dan keberanian.
v  Gong melambangkan jiwa musyawarah yang tersimpul dalam pepatah “adapt bulat air dek pembuluh bulat kato dek mufakat.”


Gambaran Singkat Jambi
Hanya ada satu bahasa daerah di Provinsi Jambi, yaitu Bahasa Melayu, dengan beberapa dialek  lokal seperti dialek Kerinci,  Bungo/Tebo, Sarolangun, Bangko, Melayu Timur (Tanjung Jabung Barat dan
 Tanjung Jabung Timur), Batanghari, Jambi Seberang, Anak Dalam dan Campuran. Khusus untuk masyarakat Kerinci, mereka mempunyai aksara tersendiri yang dikenal dengan Aksara Encong yang dapat ditemui dan digunakan oleh sekelompok masyarakat di sana.
Provinsi ini dapat dikatakan multietnis. Sebagian besar adalah Melayu Jambi dan selebihnya adalah berbagai suku dan etnis dari seluruh Indonesia. Etnis dominan adalah Minang, Bugis, Jawa, Sunda, Batak, Cina, Arab, dan India.
Di provinsi ini adat istiadat Melayu sangat dominan. Adat inilah yang mengatur segala kegiatan dan tingkah laku warga masyarakat yang bersendikan kepada hukum islam. Adagium ”Adat bersendikan sara’, sara’ bersendikan kitabullah” atau ”Sara’ mengato adat memakai” sangat memsyarakat di sana. Penegak syariat Islam banyak mewarnai masyarakat Jambi. Dalam keseharian mereka, banyak ajaran dan pengaruh Islam diterapkan, diantaranya tradisi tahlilan kematian, Yasinan, serta berbagai upacara yang dilakukan mengikuti daur hidup manusia.
Sebagai masyarakat agraris, warga Jambi juga kerap melaksanakan adat–istiadat yang berkaitan juga dalam bidang pertanian, misalnya adat “serentak turun ke umo”. Dalam mengolah sawah sesuai dengan musimnya dengan berpedoman pada rotasi iklim, hal ini di sebut “piamo”. Dalam hal keamanan tanaman agar tidak dirusak ternak, berlaku pepatah adat ”umo bekandang siang, kerbo bekandang malam”, yang berarti jika binatang ternak mengganggu tanaman siang hari, maka tanggung jawab tetap pada si pemilik sawah atau kebun. Sebaliknya jika ternak memasuki sawah atau kebun pada malam hari, tanggung jawab tetap ada di pundak pemilik ternak.

         Macam – macam Tata Upacara Jambi
Untuk memperkuat dan memelihara adat istiadat tersebut, berbagai kegiatan kesenian dan sosial budaya kerap di lakukan, antara lain :
1.Tari Asik, dilakukan oleh sekelompok orang untuk mengusir bala penyakit;
2.Tradisi Berdah, dilaksanakan saat terjadi bencana dengan tujuan menolak bencana;
3.Kenduri Seko, bertujuan untuk membersihkan pusaka dalam bentuk keris, tombak, Al Kitab dalam bentuk Ranji–ranji Kuno;
4.Mandi Safar, dilaksanakan pada hari Rabu di akhir bulan Safar bertujuan untuk menolak bala;
5.Mandi Belimau Gedang, dilaksanakan menjelang Ramadhan dengan tujuan menyucikan dan mengharumkan diri; dan
6.Ziarah Kubur, dilaksanakan menjelang Ramadhan dengan tujuan mendoakan arwah leluhur.

Pemberkatan nikah di rumah ibadah
Tata cara pernikahan menurut adat Tionghoa masih dipertahankan banyak generasi muda Tionghoa Jambi. Selain menjalankan beberapa upacara adat yang telah diwariskan secara turun-temurun di rumah mempelai pria dan wanita, mereka juga  melakukan pemberkatan nikah di rumah ibadah, seperti kelenteng atau vihara. Biasanya pemberkatan nikah itu dilakukan setelah menjalankan acara teepai (upacara memberi hormat,red) dan  biasanya disesuaikan dengan ajaran agama masih-masing.
Upacara inipun sebenarnya bisa dilakukan di rumah atau rumah ibadah. Bagi mereka yang mempunyai meja abu di rumahnya, maka upacara pemberkatan nikah ini dilaksanakan sebelum teepai. Sedangkan jika dilaksanakan di rumah ibadah, upacara dilaksanakan setelah acara teepai.

Setelah melaksanakan pemberkatan nikah ini, baru dilaksanakan pencatatan pernikahan di kantor catatan sipil. Selanjutnya pasangan pengantin akan membuat foto pengantin resmi, baru dilanjutnya dengan menggelar resepsi pernikahan.
Masih banyaknya warga Tionghoa Jambi yang melaksanakan pemberkatan nikah di rumah ibadah. Menurut dia, pemberkatan nikah sudah menjadi sebuah keharusan bagi warga Tionghoa yang akan melangsungkan pernikahan.

Kalau di Vihara Amrta, upacara sembahyang pengantin atau pemberkatan nikah itu, biasanya kita lakukan pada pagi hari, sekitar pukul 09.00 WIB atau pukul 10.00 WIB.

Sepasang pengantin yang akan melangsungkan pernikahan, biasanya akan menjalankan upacara sembahyang Tuhan (”Cio Tao”). Sembahyang ini biasanya  dilakukan pada pagi hari. Meski begitu, ada juga yang menjalankannya pada tengah malam menjelang pernikahan.

Sembahyang Cio Tao ini terdiri dari, penghormatan kepada Tuhan, penghormatan kepada alam, penghormatan kepada leluhur, penghormatan kepada orang tua dan penghormatan kepada kedua mempelai.

Usai menjalankan upacara ini, biasanya sepasang pengantin akan menuju kelenteng atau rumah ibadah, di tempat ini juga dilakukan upacara penghormatan kepada Tuhan dan para leluhur serta pemberkatan nikah.

Pengantin Jambi
1.Pakaian Pengantin
a.       Perempuan
1)      Pasangkon
Pasangkon atau mahkota juga disebut mahkoto terbuat dari kain beledru merah dengan bersulam benang emas dengan motif flora.
Fungsinya sebagai penutup kepala yang melambangkan ratu atau Ibu rumah tangga.
    

2)      Baju
Wanita memakai baju kurung tanggung, yang disebut juga blus, bahan dari beledru merah atau kuning.
Baju juga bersulam benang emas bermotif jung sarat atau perahu penuh, melambangkan kesedian hidup bersama dalam mengharungi rumah tangga seperahu penuh.

3)      Kain Songket/Sarung Songket
Kain Sarung Songket/Kain Songket yang warna merah dengan motif flora melambangkan keagungan wanita yang berfungsi sebagai perlengkapan kain panjang.

b.      Laki – laki
1)      Lacak
Lacak terbuat dari kain songket yang sudah dikeraskan dan dilapisi dengan kertas tebal.
Lacak biasanya warna merah dan bersulam benang emas dengan motif kepak ayam patah (bermakna tidak dapat terbang maksudnya pengantin pria sudah terikat sebagai suami dan dia tidak bebas seperti masa jejaka). Fungsinya sebagai penutup kepala dalam kelengkapan pakaian adat.
          

2)      Baju
Baju disebut dengan baju teluk belango dengan dasar kain beledru warna merah atau kuning dan bersulam benang emas dengan motif bunga tinggi dan bintang
beralih ini melambangkan tinggian peranan seorang suami.

3)      Celana
Celana disebut dengan celana cangge bersulam benang emas bermotif flora tinggi dan bintang beralih dengan dasar beledru warna merah atau kuning,
melambangkan keberanian dan berfungsi sebagai celana kebesaran.

2.Aksesories
a.       Perempuan
1)      Kalung
Kalung yang dipakai oleh wanita terdiri dari kalung rantai sembilan, kalung tapak jayo (mirip bulan sabit), kalung untuai yang terbuat dari kertas warna warni seperti putih, merah, hijau dan kuning (kalung ini masa lalu disebut dengan bunga melati) bahan dari emas.
  

2)      Teratai
Teratai atau penutup dada dengan bermotif flora yang bersulam benang emas, bahan dari kain beledru yang berwarna merah, hijau, biru, kuning dan oranye yang terbuat dari bahan sutera.

3) asessoris kepala
Diletakkan di bagian samping kanan dan kiri kepala

        
                                            


b.      Laki – laki
1)      Selendang
Selendang yang dipakai adalah selendang songket warna merah.

2)      Kalung
Kalung yang dipakai oleh
pria terdiri dari kalung rantai sembilan, kalung tapak jayo (mirip bulan sabit), kalung untuai yang terbuat dari kertas warna warni seperti putih, merah, hijau dan kuning (kalung ini masa lalu disebut dengan bunga melati) bahan dari emas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar